Malang Autism Center

Categories
Event MAC

Tingkatkan Pemahaman Tantrum di SD Muhammadiyah 9 Malang

Tingkatkan Pemahaman Tantrum

Malang, 19 Desember 2024 –

Pak Cahyadi, founder MAC, hadir sebagai pemateri dalam seminar yang diselenggarakan oleh SD Muhammadiyah 9 Malang. Acara ini bertujun untuk memberikan pemahaman tantrum kepada para guru mengenai cara yang efektif menangani tantrum anak di lingkungan sekolah. Kemudian, seminar ini merupakan upaya sekolah untuk meningkatkan kapasitas guru dalam memahami perilaku siswa dan menciptakan lingkungan belajar yang lebih ramah serta inklusif.

Seminar ini dihadiri oleh 48 guru, terdiri dari guru bidang studi dan guru Bimbingan Konseling (BK). Partisipasi mereka menunjukkan keseriusan SD Muhammadiyah 9 dalam mengatasi tantangan yang dihadapi para pendidik, khususnya dalam menangani anak-anak dengan kebutuhan khusus atau yang mengalami kesulitan emosional. Kepala sekolah SD Muhammadiyah 9, menyampaikan harapan besar agar seminar ini dapat memberikan wawasan baru bagi para guru untuk mendukung perkembangan semua siswa.

Materi dan Pelaksanaan Seminar

Pertama-tama, Pak Cahyadi memulai sesi dengan menjelaskan tentang penyebab utama tantrum pada anak, yang seringkali dipicu oleh rasa frustrasi, kurangnya kemampuan komunikasi, atau kebutuhan yang tidak terpenuhi. Selain itu, Ia menekankan pentingnya pemahaman terhadap kebutuhan individu setiap anak. “Pemahaman yang baik akan kebutuhan anak adalah kunci dalam menangani tantrum. Dengan cara yang tepat, guru dapat membantu anak kembali tenang dan fokus,” ujarnya.

Salah satu poin penting yang disampaikan Pak Cahyadi adalah perlunya sekolah menyediakan ruang khusus untuk mengatasi tantrum. Dengan demikian, ruang ini, yang sering disebut sebagai ruang tenang, bertujuan memberikan tempat yang aman bagi anak-anak untuk menenangkan diri. “Hal ini sangat penting karena memungkinkan anak untuk memproses emosinya tanpa tekanan dari lingkungan sekitar. Ini membantu anak merasa lebih diterima dan dipahami,” tambahnya.

Seminar berlangsung interaktif, dimana para peserta tidak hanya mendengarkan paparan materi, tetapi juga terlibat dalam diskusi dan praktik langsung. Selain itu, Pak Cahyadi juga memberikan panduan tentang bagaimana cara merespon tantrum. Pak Cahyadi juga memberikan simulasi pendekatan-pendekatan praktis yang dapat dilakukan guru di kelas. Para guru merasa terbantu dengan penjelasan tersebut dan mengaku lebih percaya diri dalam menghadapi situasi tantrum di kemudian hari.

Kegiatan ini diakhiri dengan penyerahan sertifikat dan pesan inspiratif dari Pak Cahyadi. Ia berharap, anak-anak dapat merasakan perlakuan yang lebih ramah dan inklusif. Seminar ini diharapkan menjadi langkah awal yang positif dalam menciptakan lingkungan belajar yang mendukung perkembangan setiap siswa.

Categories
Artikel ASD Edukasi MAC

Pentingnya Rutinitas Untuk Mendukung Perkembangan Anak ASD

Rutinitas Anak ASD

Anak dengan ASD memiliki kebutuhan khusus yang mempengaruhi cara untuk merespons lingkungan dan menjalani aktivitas sehari – hari. Salah satu cara yang efektif untuk membantu anak ASD adalah dengan menyusun rutinitas yang terstruktur. Sehingga, Rutinitas penting untuk mendukung perkembangan anak ASD. Namun, dalam Menyusun rutinitas untuk anak ASD, sangat mungkin bagi orang tua untuk menahan perlawanan. Adapun beberapa tantangan yang mungkin dihadapi dalam Menyusun runititas untuk anak ASD, yaitu : 

  1. Kurangnya Fleksibilitas

Anak dengan ASD sering memiliki kecenderungan terhadap rutinitas yang konsisten dan dapat merasa cemas atau marah ktika rutinitas tersebut berubah. Hal ini terjadi karena disebabkan oleh kesulitan meraka dalam memahami dan menyesuaikan diri dengan situasi baru.

  1. Perilaku Bermasalah 

Ketika dihadapkan pada aktivitas baru, anak ASD mungkin merasa tidak nyaman serta mereka tidak tahu apa yang diharapkan, sehingga mereka menolak aktivitas tersebut. Penolakan ini akan muncul dalam bentuk perilaku bermasalah, seperti tantrum, agresi, atau menarik diri.

  1. Kondisi lingkungan

Kurangnya dukungan fasilitas, seperti terapi atau program pendidikan khusus, dapat menyulitkan keluarga dalam membangun rutinitas. Beberapa keluarga mungkin tinggal di daerah yang tidak memiliki akses ke fasilitas pendukung, sehingga hal ini dapat menghambat orang tua dalam Menyusun rutinitas anak ASD.

  1. Beban emosional orang tua

Stres dan kelelahan orang tua dalam menangani kebutuhan khusus anak sering kali menjadi penghambat dalam menjaga konsistensi rutinitas. Orang tua anak ASD sering menghadapi stres dan kelelahan, baik fisik maupun emosional, karena tanggung jawab yang besar. Hal ini juga menghambat dalam menyusun dan konsisten dalam menjalankan rutinitas.

Mengapa Anak ASD Membutuhkan Rutinitas?

Anak ASD sering kali mengalami kesulitan dalam memahami dan menghadapi situasi baru, hal ini membuat anak cemas saat menghadapi perubahan. Rutinitas akan memberikan struktur yang jelas sehingga anak dapat merasa aman dan nyaman. Adapun beberapa alasan utama pentingnya yaitu :

  1. Prediktabilitas 

Anak ASD akan merasa nyaman dengan rutinitas yang terstruktur karena mereka akan merasa kesulitan memahami atau memprediksi situasi baru. Prekdiktabilitas membuat anak memahami apa yang akan terjadi selanjutnya, sehingga akan mengurangi rasa cemas atau takut terhadap hal yang tidak mereka ketahui

  1. Mendukung keterampilan sosial

kegiatan yang terstruktur akan mendorong anak ASD untuk berlatih interaksi sosial dalam situasi yang mampu mereka prediksi. Misalnya saat mereka secara konsisten bertemu orang lain pada waktu tertentu, mereka dapat melatih keterampilan seperti menyapa atau berbagi.

  1. Meningkatkan fokus kegiatan

Untuk dapat memusatkan perhatian pada tugas tertentu karena adanya pola yang konsisten. Rutinitas yang konsisten membantu anakASD untuk tetap fokus pada aktivitas tertentu. Pola yang berulang membuat anak mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, sehingga mereka akan lebih berkonsentrasi.

  1. Mengurangi perilaku bermasalah ketika melaksanakan kegiatan

Adanya rutinitas yang terstruktur, anak akan lebih sedikit memiliki peluang untuk merasa bingung atau frustasi. Karena, ketika anak tidak tahu apa yang akan dilakukan selanjutnya atau merasa bingung, mereka cenderung menunjukkan perilaku bermasalah seperti tantrum, menarik diri atau agresi.